Skateboard vs Hati vs Masa Depan



Aku terlahir dari seorang wanita cantik yang sangat menyayangiku, dari keluarga yang bisa dibilang sederhana untuk kesehariannya. Aku dilahirkan bersamaan dengan abang ku, kami merupakan saudara kembar. Namaku Reza dan abangku Rezi. Sekarang umur kami jalan 17 tahun, masih beranjak di kelas 3 SMA.
            Ibuku seorang yang bekerja keras mencari uang untuk mencukupi hidup sehari-hari, begitu pula ayahku rela banting tulang untuk melihat anaknya berpendidikan tinggi. Kami tinggal di sebuah rumah kecil yang sederhana. Melihat mereka yang bersusah payah, sering kami bersitegang karena keinginanku berenti sekolah dan kerja untuk membantu meringankan beban mereka tapi mereka tetap ngotot ingin menyekolahkan kami hingga lulus nanti. Aku pun melemah karena tekad ayah yang begitu menjunjung tinggi pendidikan kami.
            aku dan Rezi mempunyai hoby yang sama yaitu bermain skateboard. Hobby boleh sama tapi dalam urusan lain kami berbeda seperti tipe pacar kami beda satu sama lain. Memang tak mudah bagi ku untuk membeli peralatan yang menunjang latihan skate. Untuk membeli satu papan skate saja aku harus rela mengumpulkan uang selama berbulan-bulan. Tak mungkin ku menambah beban ayah dan ibu untuk membelikan ku papan skate yang bagi kami harganya selangit itu. Beruntungnya diriku mempunyai teman-teman yang mengerti akan keadaan ku. Temanku Dery, memperbolehkan aku untuk meminjam papan skate yang nganggur di bagasi rumahnya. Untuk sementara aku memakai skatenya Dery, bila nanti uangku sudah terkumpul untuk membeli papan skate baru, akan ku kembalikan pinjaman papan skate darinya
J
            Hobby ku ini sudah lama ada, ketika ku masih duduk di kelas 2 SMP namun baru berani ku realisasikan 2 tahun belakangan ini dan aku serius dalam hoby ku yang satu ini. Aku tergabung dalam community Skate . Setiap hari kami latihan dibawah fly over dekat rumah, kami selalu kumpul pada sore hari dari jam 4 sore hingga jam 8 malam, meskipun arena latihan kami yang seadanya namun itu bukan suatu halangan bagi kami untuk berhenti latihan. Kami tetap semangat karena ku akui hasil latihan ku bermain skate selama ini dikit demi sedikit mulai menumbuhkan hasil. Teman-teman sehobby ku sering memperhatikanku saat latihan dan tak jarang mereka memuji aksi ku saat ku bermain papan skate di arena latihan. Tanpa kusadari mereka bergumam dan menginginkan untuk belajar teknik-tekniknya padaku. Aku tercengang, sepertinya penampilan ku biasa saja, apa mungkin aku sehebat dan semahir yang mereka kira. Terus dan terus kami latihan, berbagi teknik bersama teman-teman, mengevaluasi kesalahan sebelumnya, membenahi arena latihan yang rusak, dengan senang hati kami lakukan semua itu.
            Alhamdulilah akhirnya ku bisa mendapatkan papan skate dari pengumpulan uangku selama berbulan-bulan itu bersama Rezi. Memang ekstra nguras kantong namun apapun akan ku korbankan demi hobby ku ini
J  kukembalikan papan skate Dery yang sempat menemaniku selama ini. Lantas kudatangi rumahnya yang ‘wah’ itu dan ku ucapkan sangat sangat terima kasih atas bantuannya.
            Ayah tak pernah melarangku untuk hobby ku yang maniak ini, selama aku mencoba papan skate baru ku, senang tak terbayang aku punya papan skate sendiri. Semakin membakar semangat latihan. Makin hari makin tak terkontrol waktu latihanku. Tiap pagi sebelum berangkat sekolah, pulang sekolah hingga malam, hingga ku curi-curi waktu kosong ku untuk lanjut latihan lagi. Kiranya ayah telah mencium tingkah laku ku yang over ini. Dia memberiku 2 pilihan, atur waktu belajar atau tinggalkan skate untuk sementara waktu hingga selesai UN nanti. Tercengang waktu ku mendengar perkataan ayah, aku memang keterlaluan, terlalu fokus ke hobby sedangkan UN tinggal beberapa bulan lagi. Dengan sadar aku dengarkan perkataan ayah, dan aku putuskan untuk belajar membagi waktu antara hobby dengan masa depanku ini. Ayah mengerti kondisi ku karena dia tahu bahwa aku tidak mungkin semudah itu meninggalkan hobby ku itu.
            Ku jadwalkan waktu latihan ku menjadi hari jumat, sabtu dan minggu sore. Selebihnya waktunya ku fokus ke materi sekolah. Dengan begitu, masih saja ku suka mencuri waktu senggang untuk menemui teman-temanku yang sedang latihan skate. Teramat cinta aku dengan skateboarding ini. Tak ada niat sedikit pun ku meninggalkan ini semua, karena sudah terlanjur cozy dengan lingkungan teman sehobby ku, yang sudah bertahun-tahun ku mengenalnya, susah senang sama-sama. Sampai ku fikir “telah ku temukan jati diriku sesungguhnya dengan berskateboarding”.
            Mulai ku kurangi jadwal latihan ku, ku ganti dengan searching setumpuk tugas-tugas kelompok yang tiada matinya.

“baru semester ganjil aja udah ribet gini, apalagi nanti semester genap? Cape fisik cape pikiran kali ya”
“ga boleh gw nyerah, ayah aja ga pernah nyerah nyari uang mati-matian buat gw terus sekolah, masa tugas gw yang cuma belajar aja ko nyerah”

Hanya ayah dan Ibu yang bisa terus memotivasi belajar saat ini.
Sampai suatu saat, ku berkenalan dengan perempuan lewat social netrwork facebook. Sania namanya. Dari segi foto profilnya kupikir lebih muda tapi setelah ku berusaha tanya-tanya ternyata aku yang lebih muda dari dia. Kami beda setahun, dia baru lulus tahun ini dan lagi melanjutkan kuliah. Rumahnya tak jauh dari rumahku, tak sadar aku sering melihat album foto-fotonya. Terkesan cantik, tanpa basa basi aku pinta nomor handphonenya, dan aku dapat. Ku ikuti semua status-status terbarunya, ntah kenapa aku jatuh hati kepadanya.
            Seminggu lamanya kami berkontek-kontekan, terasa nyambung bila ku berbicara dengannya, dia seorang yang berpendidikan, sangat sopan, yang pastinya dia orang berada tidak seperti aku. Aku ingin sekali bertemu dengannya, dia begitu sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya sehingga kami sempat lost contact saat itu. Aku sms dia bahwa aku ingin bertemu, namun dia belum tahu pasti kapan kami bisa jalan bersama karena tuntutan tugas sepertinya. Karena keinginanku yang kuat untuk menemuinya, sampai aku ingin sekali mengantarnya ke kampus. Aku takut tawaranku ditolak olehnya apalagi dia tahu bila hari itu adalah hari pertama aku UTS, tapi masyaallah, awalnya dia menolak karena dia pikir aku sedang UTS yang pasti harus belajar dan bangun pagi. dan pasti bentrok dengan waktu dia berangkat kuliah pagi. tapi akhirnya, dia meng-iyakan ajakan ku setelah aku yakini dia bahwa aku  masuk sekolah siang dan belajar saat pulang dari mengantarkan dia. Alhamdulillah, dia mau ketemu aku besok
J
            Waktu pertama kalinya aku melihat dia, cantik, sederhana. Beda sekali dengan pandangan ku tentang mahasiswa. Yang mayoritas besar gengsi, sombong, matre, pilih-pilit temen. Tapi dia tampak beda, berbeda sekali. Aku tak tahu apa mungkin ini baru pertama bertemu atau memang dia seperti itu. Makin lama aku makin tergila-gila olehnya, perasaanku makin tak menentu dibuatnya. Sosoknya selain cantik, tidak sombong, ramah, dan aku suka perempuan seperti ini. Lantas aku coba utarakan maksud hati ku untuk menjadi pacarnya. Namun aku selalu berkali-kali ditolaknya karena dia telah menganggapku sebagai adiknya sendiri. Mungkin karena aku tak tampan, atau terlalu muda baginya, atau karena aku bukan dari kalangan orang yang berada, entahlah semua itu terlontar saja dalam pikiranku. Aku dibuat pusing oleh perasaanku. Hingga saat ini aku masih berhubungan dengannya, masih seperti dulu. Meskipun  sesering mungkin aku buktikan rasa sayang itu namun dia masih tetap saja pada pendiriannya tetap menganggapku adiknya. Selalu dia mengingatkan ku belajar karena sebentar lagi UN. Semakin besar saja rasa kagum ku kepadanya.
            Hingga saat ini aku telah berkali-kali berganti pacar namun dia tetap single dari mantannya yang waktu itu. Aku sering bercerita dengannya, semua cerita ku disambut hangat dan didengar olehnya bahkan dia mau memberikan pendapat atau hanya sekedar saran untukku. Andai saja dia yang menjadi kekasih ku saat ini sungguh mati tak akan ku sia-siakan makhluk Tuhan sebaik dia dan akan kuperkenalkan pada dunia bahwa betapa bahagianya aku mempunyai wanita seperti dia. Namun itu hanya khayalan ku semata!

            Aku suka membanding-bandingkan kehidupan ku dengan Rezi, saudara kembarku. Dia selalu enjoy-enjoy aja menjalani hidupnya tak seperti aku yang selalu keribetan ini itu. Dia selalu bisa membagi waktu antara sekolah, pacar, skateboard, dan keluarga. Beda sekali dengan diriku. Kata orang anak kembar pasti nasib hidupnya sama, tapi kenyataan itu tidak untuk aku dan Rezi
L dia selalu lebih unggul dariku. Dia sudah mendapatkan Alissa, pacarnya yang dia sayang. Sedangkan aku pacaran dengan perempuan yang setengah hati aku sayang L
            Saat-saat lelah menjalani hari-hari seperti ini, mulai memasuki semester genap yang pastinya menambah panjang beban fisik dan fikiran untuk menghadapi UN nanti. Telah ku kurangi jadwal latihan skate ku yang tadinya setiap hari menjadi 2x dalam seminggu. Ku tak mau mengecewakan ayah ibu tercinta. Dan akan ku ingat selalu lontaran-lontaran semangat dari ka Sania. Kata-kata semangat itu membius tubuhku untuk lebih rajin belajar lagi.
            Ada saja hambatan dalam hidup. Ketika ku sedang fokus materi sekolah, ada saja yang bikin mood belajar ku hilang. Ingin sekali aku teriak namun tak tepat situasi. Hanya ka Sania yang bisa meredamkan emosi ku, hanya dia yang selalu aku butuhkan, hanya dia yang selalu ada dalam hati dan pikiranku. Aku tak butuh yang lain, bukan Vega, pacarku saat ini.
            Kuputuskan untuk pergi keluar rumah bertemu teman-teman untuk ikut gabung latihan skate. Hanya itu salah satu cara jitu untuk  memerangi rasa penat dikepalaku. Entah kenapa saat-saat kami sedang latihan, si pacar dari Rafly, Dimas, dan Hendy datang menemani. Mereka datang karena memang ingin menemani pacaranya karena baru pas timing nya. Aku break latihan sejenak, minum dan merebahkan badan di atas meja kosong pinggir tempat latihan kami. Kenapa selalu saja ka Sania yang ada di pikiran ku? aku ingin seperti Rafly, Dimas, dam Hendy yang ditemani pacarnya saat latihan layaknya hari ini. Tapi aku ingin ka Sania yang hadir disini bukanlah Vega. Aku terlarut dalam perasaan sendiri. Ntah bagaimana cara menanggulanginya, hatiku terlalu memilih ka Sania seorang.

            Rencana aku sebulan sesudah UN nanti aku akan mengikuti kejuaraan skateboard di cibinong bersama community skate di wilayah lain. Aku buktikan kepada diriku bahwa Rezi tidak selalu unggul dariku. Bisa saja dia unggul dalam hal apapun tapi akan kubuktikan ke semuanya, dalam hobby ku  ini aku bisa lebih unggul dari Rezi
J  Aku inginkan ka Sania meluangkan seharinya saja untuk menyaksikan kejuaraan itu, bila ku menang nanti akan ku persembahkan kemenangan ku kali itu untuk ka Sania J

“aku terlalu begini”
“aku ingin berpendidikan tinggi”
“yang ku fikirkan harusnya sekolah bukan yang lain”
“besar pula angan-anganku ku untuk melanjutkan kuliah namun itu tak mungkin, aku harus sadar diri”
“menaruh besar harapanku terhadap skateboard, hobby ku yang merupakan jati diriku”

Komentar

Postingan Populer